Baja merupakan komoditas strategis yang sangat berperan penting dalam berbagai proyek konstruksi dan manufaktur. Beruntungnya, Indonesia sendiri termasuk negara penghasil komoditas baja terbesar kedua di dunia setelah China. Jelas ini merupakan modal penting untuk mendukung masa depan pembangunan.
Kimin Tanoto selaku Wakil Ketua Asosiasi Besi dan Baja Indonesia merasa optimistis, kinerja industri baja pada tahun 2022 akan terus meningkat. Seperti dalam pernyataannya baru-baru ini di Jakarta, Kimin Tanoto meyakini ada banyak faktor yang turut mempengaruhi, mulai dari pertumbuhan ekonomi dunia hingga rencana pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur.
Untuk level makro, Kimin Tanoto yang juga menjabat sebagai Dewan Komisaris PT Gunung Raja Paksi ini menyatakan prediksi International Monetary Fund (IMF) bahwa ekonomi Indonesia mampu tumbuh hingga 5,9 persen, dan ini akan memberikan dampak positif. Apalagi, angka pertumbuhan tersebut melampaui pertumbuhan ekonomi dunia yang sebesar 4,9 persen.
Faktor Pendorong Peningkatan Kinerja
Selain karena pertumbuhan ekonomi dunia dan rencana pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan yang menjadi faktor pendorong peningkatan kinerja industri baja nasional, faktor lainnya yang menegaskan optimisme Kimin adalah rencana Pemerintah Tiongkok memangkas produksi baja dan kegiatan ekspor, menutup pabrik baja untuk sementara waktu di tengah harga energi yang sedang meningkat, hingga kebijakan anti dumping pemerintah dengan bea masuk 10,5 – 12,5 persen terhadap baja impor.
Oleh karenanya, Kimin berharap supaya industri baja dalam negeri tidak melewatkan momentum emas ini. Industri baja perlu bersiap sebaik mungkin untuk memacu kinerja pada tahun 2022 ini. Untuk pihaknya sendiri (GRP), Kimin Tanoto menuturkan bahwa GRP menargetkan pertumbuhan pendapatan tahunan atau year-on-year (yoy) sebesar 50-70 persen untuk tahun 2022.
Di samping itu, optimisme Kimin Tanoto untuk industri baja di tahun 2022 ini didukung oleh Bhima Yudhistira selaku Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios). Ia sependapat bahwa industri baja nasional, memiliki prospek lebih cerah pada 2022. Menurut Bhima, faktor-faktor lainnya yang akan turut mendorong kinerja industri baja dalam negeri yakni sektor pembangunan infrastruktur pemerintah, otomotif, dan properti.
“Investasi realisasi terkait pembangunan infrastruktur dan properti mulai mengalami kenaikan. Penjualan otomotif ikut mendorong, karena sebagian besar kerangka mobil menggunakan baja. Ini juga sejalan dengan rencana pemerintah yang akan memajukan industri otomotif nasional di tahun depan,” kata Bhima saat dihubungi, melansir Tempo (28/12/21).
Bhima juga memprediksi peningkatan di sektor properti, terutama perumahan, akan jauh lebih baik. Hal ini tampak dari pertumbuhan kredit KPR yang meningkat di atas 9%, jauh lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan kredit yang hanya sekitar 4%. Hal ini akan turut mendorong kapasitas produksi baja yang jauh lebih tinggi, bahkan mendorong ekspansi ke luar negeri serta peningkatan efisiensi bahan baku.
Tetap “Hijau” Meski Industri Digenjot
Meski industri baja akan digenjot untuk meningkatkan kinerjanya di tengah momentum berharga ini, tidak serta merta menjadikan Kimin abai terhadap upaya pelestarian lingkungan. Saat ini, mustahil pembangunan dapat terus berkelanjutan tanpa diiringi kelestarian ekosistem lingkungan alami. Kimin Tanoto adalah salah satu pengusaha yang proaktif dalam aktivitas ini.
Dalam konteks industri nasional, Kimin beserta GRP merupakan produsen baja pertama di Indonesia dan salah satu yang pertama di kawasan Asia dalam menerapkan keseimbangan karbon dalam bisnisnya. GRP sendiri telah melakukan pembelian carbon offset sebanyak 10.000 ton dari Climate Impact X (CIX), bursa dan pasar kredit karbon global dan pemimpin pelelangan.
Kredit karbon adalah instrumen dalam hubungan internasional yang memungkinkan sebuah entitas dalam sebuah negara mengeluarkan anggaran tersendiri untuk hak melepaskan emisi karbon, melalui sistem kredit dalam sebuah mekanisme bursa.
Kimin Tanoto meyakini bahwa ini adalah salah satu cara untuk membawa industri baja dalam bisnis yang berkelanjutan dan harmonis dengan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan, sehingga kelak akan tercipta ekonomi hijau maupun ekonomi sirkuler secara langsung ataupun tidak langsung.